Foto: Amber Kabelen |
Di
Flores Timur kini telah muncul berbagai komunitas anak muda yang terbentuk
karena minat yang sama. Ada komunitas yang peduli pada pariwisata, seni dan
budaya, olahraga, hingga sejumlah komunitas unik yang terbentuk baik secara
senidiri-sendiri maupun terinspirasi dari komunitas serupa di tempat lain.
Fenomena
ini rupanya memantik minat GEMA Surabaya untuk mengangkatnya dalam tema Paket
Pulang Kampung Tahun 2018. Di bawah tema "Komunitas Sebagai Wadah
Pemberdayaan Masyarakat", GEMA Surabaya coba mengungkit kesadaran tentang
pentingnya komunitas.
Maka
di sela-sela kegiatan GEMA Surabaya, diundanglah Maksimus Masan Kian, insan
pendidik muda yang giat melakukan ronda literasi lintas komunitas. Ia coba
menginspirasi dan memprovokasi generasi muda yang terdiri dari mahasiswa, OMK
dan Remaja Masjid, pelajar, dan masyarakat umum. Kegiatan ini berlangsung pada
Senin (20/8/18) petang. Turut hadir saat itu Pemerintah desa Horinara, juga
karang taruna "Karya Baru" Honihama Desa Tuwagoetobi, Kecamatan Witihama.
Bertempat
di aula kantor desa Horinara, kaum muda terlihat serius mendengar pemaparan
dari Maksi Kian. "Kegiatan kita hari ini akan menjadi sia-sia jikalau
setelah kegiatan ini komunitas yang sudah ada enggan berbenah. Dan perlu ada
komunitas-komunitas baru sebagai pusat kreatif di desa Horinara", tantang
Maksi.
Kegiatan
pun dilanjutkan dengan dialog. Ferdy Bahy, Ketua OMK St.Valentinus turut merasa
tergugah atas provokasi Maksi Kian ini. "Membentuk komunitas itu mudah.
Setiap hari kita bertemu. Kita menggunakan bahasa yang sama. Apa
sulitnya?"
Adapun
wadah komunitas menjadi pilihan karena wadah ini berbasis aktivitas dan secara
organisasi tampak lebih longgar. Keanggotaannya pun tidak mengikat dan tak
harus berasal dari wilayah yang sama. Anggota dapat menjalin kontak dan
mengikuti aksi komunitas tanpa terikat pada struktur kepemimpinan yang kaku.
Dalam masyarakat yang mobilitas warga maupun kaum mudanya kian meingkat, wadah
komunitas cenderung tumbuh subur. (teks: Amber, Simpet)